Akademik atau Organisasi?

Time Management
“Nanti kuliah lebih milih akademik atau organisasi ya?”. Kalimat tanya ini senantiasa berdengung dengan kerasnya di khalayak mahasiswa. Dorongan orang tua ataupun target menunjang masa depan tentunya menjadi ikatan hubungan yang sangat erat layaknya velg pada ban mobil. Doktrin yang santer bahwa “memilih” menjadi memerburuk suasana para mahasiswa-mahasiswa di Indonesia.

Anggapan mainstream yang beredar         
Konon, karena keterbatasan kemampuan kita, mahasiswa harus memilih antara akademik atau organisasi. Organisasi merupakan suatu kegiatan ekstra di luar perkuliahan yang sangat memakan waktu dan energi. Ketika kita berkecimpung pada organisasi, sudah kodratnya kita akan mengalami keteteran di akademik. Begitu pula sebaliknya, ketika kita ingin memiliki akademik yang baik, sudah seharusnya kita tidak aktif di organisasi. Ya, itu adalah “konon katanya” yang selalu beredar.
            Konflik ini semakin kuat karena masing-masing bidang senantiasa ditonjolkan kelebihannya. Banyak orang tua yang mengatakan bahwa “kamu kuliah tuh ya untuk belajar, eh udah diperjuangkan untuk kuliah, malah sibuk di organisasi”. Pada lain pihak, alumni banyak yang berujar “IPK mah nomor sekian, yang penting lulus aja dan punya pengalaman organisasi. Soft skill tuh penting banget di dunia kerja”. Daya tarik kedua hal ini semakin besar dan membingungkan.

Keduanya Itu Penting!
            Daya tarik dari kedua hal ini yang semakin menunjukkan bahwa keduanya adalah hal yang penting. Satu sisi, akademik merupakan esensi utama dari memasuki dunia perkuliahan itu sendiri, yakni belajar pada disiplin ilmu yang kita geluti sesuai kurikulum. Akan tetapi, organisasi menjadi ladang yang sangat subur dan nyaman sebagai tempat kita berlatih untuk bekerja sama dengan orang lain dan mencapai target bersama.
Tidak bisa dipungkiri, ketika kita nanti lulus kuliah, kita harus bisa bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan (misalkan di tempat kerja). Ketika kita tidak latihan melalui organisasi kemahasiswaan, kita akan keteteran di dunia nyata nantinya. Selain keteteran, kita juga akan menjadi kurang menjual dibandingkan orang yang punya pengalaman organisasi. Orang yang berpengalaman akan dilirik dan memiliki nilai tambah pada dirinya. Jadi, sudah seharusnya kita memiliki keduanya.

Lantas Bagaimana Bisa Melakukan Keduanya?
            Apakah kalian pernah mengalami “the power of kepepet”? Hal ini, secara ilmiah, bisa dikategorikan sebagai efek dari eustress. Eustress adalah suatu keadaan stres yang bersifat positif karena dapat membuat kita menjadi lebih produktif dibandingkan biasanya. Stres ini membuat kita dapat bisa menghasilkan lebih banyak dengan kualitas yang tidak kalah dibandingkan saat kita menyelesaikannya tanpa adanya stress yang menemani.
            Hal ini tentunya menjadi fenomena yang sulit dimengerti dan dipercaya oleh khalayak umum. Ketika ada seorang mahasiswa yang tetaap mendapatkan IPK tinggi namun di aktif berkecimpung di organisasi, seringsekali ada anggapan yang mengelak dan enggan untuk menerima hal tersebut. Hal tersebut wajar terjadi karena tidak sedikit yang heran pada mahasiswa tersebut.
            Padahal, itu karena dia sedang mengalami eustress. Ketika dia mengikuti organisasi, sudah pasti dia menjadi memiliki tugas atau amanah yang lebih banyak untuk diselesaikan. Hal ini tentunya membuat kita harus mengalokasikan waktu dan merencanakan penggunaannya lebih baik lagi.
            Saat kita medapatkan banyak tekanan, kita akan mengalami stres. Stres yang kita alami, jika dapat terkendali dan berada pada jumlah yang cukup, dapat membuat kita menjadi produktif. Kita dapat mengeluarkan kemampuan yang sebenarnya kita miliki dan lebih mengarahkannya.
            Ketika stres berada pada level yang optimal, justru performa kita akan berada pada situasi yang terbaik. Hubungan ini juga dikenal dengan “Yerkes-Dodson law” di mana, sampai pada titik optimal stres akan memberikan peforma yang optimum pada kita, namun ketika sudah melewati titik optimal, stress akan mengurangi produktivitas kita (Nolen-Hoeksema, Fredrickson, Loftus, & Wagenaar, 2009).
            Jadi, mahasiswa yang berorganisasi sudah tentu akan mengalami stres. Mereka akan ‘didorong’ untuk dapat mengatur kegiatannya lebih tepat guna lagi karena waktunya semakin sedikit. Hal ini membuat mereka semakin sadar bahwa banyak yang harus dilakukan, akademik dan organisasi, dengan waktu yang terbatas. Hal ini, justru, yang menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk dapat berprestasi dengan baik di kedua hal tersebut.
            Jadi, akademik adalah hal yang penting, begitu pula organisasi. Janganlah diri kita malah terbatasi dengan doktrin bahwa kita harus memilih di antara keduanya. Padahal, ketika kita berani mengambil kedua hal tersebut dan menyiapkan diri untuk mengatur energid an waktu untuk kedua hal ini, kita justru akan semakin terdorong untuk melakukan performa yang lebih baik lagi.
       Eustress, atau stres positif, yang difasilitasi oleh situasi menekan ini membuat kita dapat mencapai produktivitas dan performa optimum kita. Semakin fokus dan menyalurkan tenaga kita pada dua hal ini, sampai pada titik optimal, semakin tinggi pula prestasi yang akan kita miliki. So, jangan pernah menyesal dan menolak untuk aktif di kedua hal ini ya.

Diterbitkan di koran Pikiran Rakyat edisi 5 Oktober 2017 halaman 23
web http://epaper.pikiran-rakyat.com/node/4308?#page/23

Comments

Popular posts from this blog

The Future Education Course

Reliability and Validity of the Indonesian Version of Big Five Inventory

Social Comparison, Two-sided Sword That We Should Be Careful To