Skripsi, Bukan Saatnya untuk Pasif Menunggu

Skripsi, Bukan Saatnya untuk Pasif Menunggu
Skripsi


JakartaCNN Indonesia -- “Mas, tugas akhirnya sudah sampai mana?” Pertanyaan itu merupakan salah satu momok yang cukup menakutkan bagi mahasiswa tingkat akhir. Ya, bagaimana tidak menakutkan, ketika mahasiswa tidak memiliki progress yang berarti akan skripsinya, mereka akan kebingungan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan macam itu.

Minimnya progress skripsi dapat diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah dosen. Dosen merupakan pembimbing dan orang yang memiliki kuasa penuh untuk perizinan melanjutkan ke tahapan-tahapan yang ada dalam skripsi. Besarnya kuasa yang dimiliki dosen membuat mereka menjadi sosok yang sangat berperan besar dalam keberlangsungan kisah skripsi setiap mahasiswa.

Dosen yang tidak kooperatif tentunya akan menjadi masalah yang sangat besar bagi mahasiswa. Jika dosen tidak mendukung keberlangsungan skripsi mahasiswanya, mahasiswa tersebut tentu tidak dapat menyelesaikan skripsi. Hal ini menjadi keadaan yang sangat memprihatinkan untuk mahasiswa.

Terdapat tiga contoh tipe dosen yang tidak kooperatif dalam pengerjaan skripsi. Pertama adalah ketersediaan dosen tersebut untuk membimbing. Skripsi merupakan tugas mahasiswa untuk melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmiah dan panduan dari universitas terkait. Hal ini tentunya membutuhkan bimbingan yang intens. 

Dosen yang tidak pernah ada dan susah ditemui tentunya tidak akan bisa membimbing mahasiswa. Apabila tidak bisa membimbing, maka mahasiswa tersebut akan kebingungan dan tidak akan dapat mengerjakan skripsi dengan baik.

Kedua adalah dosen yang perfeksionis. Dosen tipe ini biasanya memiliki banyak keinginan untuk skripsi kita. Toleransi akan kesalahan sangat minim dimiliki oleh dosen tipe ini. Mereka memiliki standar yang sangat tinggi dan menginginkan mahasiswanya agar memasuki standar tersebut. Hal ini tentunya dapat membuat mencapai tahapan yang harus dilalui menjadi sangat lama.

Ketiga adalah gabungan dari tipe pertama dan tipe kedua. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang ada tipe dosen yang tidak kooperatif seperti ini. Tipe ini tentunya menjadi momok yang paling menakutkan untuk menjadi dosen pembimbing skripsi.

Agar dapat menghadapi dosen seperti itu, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh mahasiswa. Pertama adalah meningkatkan antusiasme dalam mengerjakan skripsi. Kita harus memperbaiki diri kita terlebih dahulu. Kita harus mau menjadikan skripsi sebagai prioritas utama dalam berkegiatan. 

Kita harus terus mengerjakan skripsi tanpa rasa enggan dan malas. Ketika ada revisi, langsung dikerjakan secepatnya dan sebaik-baiknya sesuai revisi yang diberikan. Jangan menunda atau malah tidak semangat mengerjakannya.

Setelah itu terlaksana, kita masuk ke cara kedua, yakni menghubungi dosen terus menerus. Kita jangan pernah melepas dosen dari hubungan kita. 

Kita harus terus menerus tanpa henti keep contact dengan dosen. Minimal sehari sekali kita terus mengontak beliau. Kalau perlu, kita harus siap menunggu di depan ruangannya dan menemuinya setiap hari. Hal ini dapat membuat dosen merasa tidak nyaman untuk terus mengacuhkan kita. Tentunya kita harus melakukan ini dengan tetap menjaga sopan santun.

Apabila kita konsisten untuk melakukan dua langkah tersebut, skripsi baru bisa dapat selesai dengan baik walau berhadapan dengan dosen tidak kooperatif. Jadi, janganlah kita menjadi mahasiswa yang pasif, baik kepada dosen dan terutama kepada diri sendiri. Kita harus menjadi orang yang proaktif dan antusias untuk mengerjakan skripsi dengan baik. 

Selain hal di atas, jangan pernah lupa untuk terus berdoa. Semua hal tidak akan dapat berlangsung tanpa kehendak-Nya. Oleh karena itu kita harus tetap berusaha dan berserah kepada-Nya dalam skripsi ini. Hal-hal itu lah yang dapat membantu kita mengerjakan tugas akhir yang menjadi momok para mahasiswa. Semangat, pantang mundur!

There is a will, there is a way

Sumber: https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170821125627-445-236169/skripsi-bukan-saatnya-untuk-pasif-menunggu/

Comments

Popular posts from this blog

The Future Education Course

Reliability and Validity of the Indonesian Version of Big Five Inventory

Social Comparison, Two-sided Sword That We Should Be Careful To